Selasa, 22 April 2008

APA SEBENARNAYA CINTA

MENCARI ARTI CINTA

PISAU lipat itu bergetar di genggamanku.Ah,pasti karena denyut jantungku yang kian kencang, seperti pegas di ambang retas. Pisau itu baru kubeli di toko kecil tak jauh dari rumahku.

Hijau pupus warna tangkainya—seperti warna gaun kesukaannya, entah dari bahan apa,dan kecil saja ukurannya.Harganya pun tak seberapa.Dalam keadaan terlipat, palingpaling lima sentimeter panjangnya.Dalam keadaan terbuka,tajam ujungnya berkilat tatkala memantulkan cahaya. Kalau kita berkaca,akan tampak wajah kita yang sebenarnya: mengerikan seperti denawa.

Tiap malam, keletak-keletuk sepatunya yang beradu dengan lapisan beton jalan gang kompleks perumahan memukulmukul keheningan.Memukul-mukul jantung. Mula-mula samar, seperti ketukan ujung jari di tembok, makin lama makin nyaring. Iramanya selalu sama. Seperti nyanyian dua per dua, dengan tempo alegro. Selalu ingin kusibakkan tirai jendela, kuintip remang jalan di muka, dan kunikmati sumber bunyi yang menggetarkan lebih dari komposisi Tchaikovski.Bila perlu,akan kubuka pintu kamarku, lalu keluar dan kutunggu dia di pintu pagar.Akan kusapa dia dengan ucapan selamat malam. Dan aku yakin dia akan menoleh dengan senyumnya yang paling mendebarkan. Udara akan tersaput dengan harum magnolia. Seandainya waktu berkurang lima atau enam tahun, aku bahkan akan menunggunya di ujung jalan.

Aku akan menyapanya dengan segala kesopanan.Aku yakin dia akan menarik bibir merahnya dengan senyuman yang ramah.Kalaupun tidak, dia tentu akan menjawab sapaanku dengan lirik mata yang mendebarkan atau suara yang mendesis seperti bisik angin. Kalaupun tidak juga, aku akan memaksanya berjalan merendenginya di sepanjang gang yang sunyi.Bila perlu merangkulkan tanganku di pundaknya. Tapi sampai ketukan itu larut di udara malam, aku masih terempas dalam kesunyian yang makin mengimpit.

Aku hanya bisa membelai permukaan bilah pisauku, pelan-pelan dari pangkal, dan aku merasainya seakanakan jemariku menyusuri permukaan punggungnya—duhai, aku bahkan belum tahu namanya. Tak lama lagi dia, setelah lelah sejak sore menghibur para lelaki yang kelelahan, akan sampai di rumahnya. Tepatnya, salah satu kamar di rumah mewah hampir di ujung jalan. Dia akan membuka pagar besi rumah itu, lalu akan terdengar derit yang menyilet hening, membuka kunci pintu samping,menutupnya kembali,berjalan menaiki tangga,dan membuka pintu kamar depan di lantai dua.Ketika pintu terbuka, pasti akan meruap wangi yang tak kalah segar dari dalam kamar.

Mungkin dia akan langsung merebahkan tubuh rampingnya di kasur yang empuk dengan seprai merah muda yang harum.Mungkin juga dia akan membuka dulu bajunya, mengambil handuk, lalu membasuh tubuh telanjangnya dengan air yang sejuk. Setelah itu, akan ia kenakan gaun tidur hijau pupus yang lembut.Sama lembutnya dengan hijau tangkai pisauku. Dia pasti sangat menyukai warna hijau.Gaun hijau sutra itu halus dan tipis sehingga akan menerawangkan warna kulitnya yang pualam dan bentuk tubuhnya yang mengingatkanku pada sosok Dewi Supraba.

II

OH, kenapa kamu selalu gelisah, lelaki? Kamu ingin keluar mencegat perempuan malam itu? Keluarlah. Muncratkan semua kepenatan dalam dadamu. Aku tak ingin menjadi penjara bagimu. Kalau kauanggap bahwa apa yang ada dalam pikiranmu akan membuatmu menjadi laki-laki, ayolah kumpulkan keberanianmu, buka pintu hati-hati supaya kamu yakin tak akan membangunkanku.

Dan aku tak akan membuka mata seandainya pun aku bangun dan mengetahuinya. Bukalah pintu, menyelinaplah keluar seperti kucing. Bukankah laki-laki itu memang kucing? Tutup lagi pintu.Kalau perlu, kuncilah dari luar biar aku terkurung di dalam, dalam ketidaktahuan— setidaknya tidak tahu menurut anggapanmu. Senyampang keletak-keletuk suara sepatunya masih menggema di telinga, keluarlah melalui pintu muka.Sapalah dia dengan segala kesopanan.

Aku yakin dia akan menarik bibir merahnya dengan senyuman yang ramah. Kalaupun tidak, dia akan menjawab sapaanmu dengan lirik mata yang mendebarkanmu atau suara yang mendesis seperti bisik angin. Tapi, kalaupun tidak juga, jangan memaksanya berjalan merendenginya di sepanjang gang yang sunyi, apalagi merangkulkan tanganmu di pundaknya. Pasti dia terlalu lelah karena sejak sore menghibur para lelaki yang kelelahan.

Temani saja sampai rumahnya.Tepatnya,salah satu kamar di rumah mewah hampir di ujung jalan. Bukakan pagar besi rumah itu, hati-hati, pasti akan terdengar derit yang menyilet hening. Antar dia membuka kunci pintu samping, menutupnya kembali, berjalan menaiki tangga, dan membuka pintu kamar depan di lantai dua.Kamu pasti akan suka karena ketika pintu terbuka,akan meruap wangi yang tak kalah menyegarkan dari dalam kamar. Kamu pasti akan lebih suka kalau dia akan langsung merebahkan tubuh rampingnya di kasur yang empuk dengan seprai merah muda yang harum, apalagi kalau dia membuka dulu bajunya,mengambil handuk,lalu membasuh tubuh telanjangnya dengan air yang sejuk. Bukankah kamu selalu membayangkan indahnya pemandangan itu? Hei, kamu masih gelisah di sini, lelaki?

III

Keletak-keletuk bunyi sepatuku yang beradu dengan lapisan beton memukul-mukul hening malam. Dan memukul-mukul dadaku.Aku seperti menjadi manusia soliter, sendirian hidup ketika alam semesta tidur.Dan sebentar pagi aku akan menjadi satusatunya manusia yang mati ketika alam semesta hidup disiram matahari.

Oh, tidak, aku yakin, di sebuah kamar, seorang lelaki tengah gelisah. Hampir tiap malam aku merasakan sepasang mata memandang dari kegelapan seperti hendak menelanku. Aku tak pernah melihat mata itu.Tapi aku merasakan sorotnya, seperti sepasang garis sinar sejajar yang memancar dari sudut malam yang pudar. Dasar lelaki, ayolah sibakkan tirai jendelamu, intiplah keremangan jalan ini. Akan lebih baik lagi kalau kau tidak terus-menerus sembunyi, tapi bukalah pintu kamarmu, lalu keluar dan menungguku di pintu pagar. Sapalah aku dengan ucapan selamat malam.

Atau selamat pagi. Aku akan menoleh sambil kuberikan sisa senyumku. Tapi sampai kulewati kamarmu yang temaram,aku hanya menjumpai kesunyian yang makin mengimpit. Aku memang lelah karena sejak sore menghibur para lelaki yang mengaku kelelahan. Namun aku senang melakukannya karena dengan demikian aku menjadi makin tahu bahwa semua lelaki memang tolol. Mereka saling berebut kekayaan sepanjang siang seperti binatang yang berebut makanan, hanya untuk dibuang dalam beberapa kejapan malam harinya, dengan alasan untuk mengusir kelelahan. Ah, ayolah, lelaki, bukankah kamu sama dengan semua lelaki itu?

IV

AH,perempuan,maafkan aku.Kau terlalu indah, karena itu izinkan aku melukis tubuhmu, untuk bisa kunikmati sendiri lukisannya.Kamu terlalu indah untuk juga dimiliki lelaki lain. Telah kusiapkan kuas yang khusus. Ujungnya memang tajam mengilat, dan tak perlu cat jenis apa pun untuk melukis tubuhmu.

Mungkin aku akan memulai dengan ujung telunjuk kiriku sebagai semacam garis kasar, yang akan diikuti dengan ujung pisau lipatku.Ya, ya, akan kumulai dari bawah tengkuk lehermu. Bukankah di sana ada tato kupu-kupu yang membentangkan sayapnya yang biru? “Kenapa kau senang tato kupu-kupu?” begitulah aku akan bertanya lebih dulu. “Karena indah sekaligus rapuh,” pasti demikian jawabmu. Ironi yang indah,bukan? Dari gambar kupu-kupu di tengkukmu, perlahan-lahan akan kususuri dengan ujung jariku, sekaligus ujung pisauku, lekukan di tengah punggungmu yang melandai dan berakhir di lembah di antara tonjolan bokongmu yang membukit.

Lukisan Rembrant atau Monet, repertoar Beethoven atau Mozart, puisi Keats atau apalagi sekadar Goenawan, hanyalah ujung kuku dibanding keindahanmu. Dan aku ingin menikmati sendiri. “Aku ingin memilikimu selama hidupku. Dengan cinta.” Begitulah aku akan berbisik,sebelum kau meregang nyawa di puncak cinta. Mungkin kau akan tertawa, disertai air mata.

V

HEI, lelaki,apa artinya cinta?

cerpen

RODA KEHIDUPAN


Besi berkarat itu telah tiap hari dia pegang erat, hingga kapalan telapak tangannya membekas. Matanya pucat menerawang hingga seolah menembus berlapis-lapis tembok yang ada di hadapannya untuk sebuah rindu yang tertahan setelah belasan tahun dan sebuah dendam yang dia sematkan dalam hatinya yang hingga kini berkobar-kobar bagai panasnya api neraka yang selalu digambarkan dalam Kitabulah.

Seorang sipir datang dan menatapnya sinis. Membuka pintu dengan agak keras seolah dibuat-buat. Lalu mulutnya berujar, "Kamu bebas hari ini! Awas jika melakukan kejahatan lagi akan kuhajar kau hingga tak lagi kuat hidup!" lelaki itu menunduk keluar, hatinya sedikit dongkol mengikuti sipir yang selalu mengantarkan makanan setiap harinya itu tapi seolah mereka tak saling kenal.

Pagi itu, udara bebas kembali dihirupnya. Kakinya melangkah mantap, tinggal rindu atau dendam dulu yang akan ditujunya. Rambutnya telah beruban, hidupnya seolah tidak mempunyai makna lagi, Dua puluh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk memendamnya.

***

"Aku berangkat kerja dulu!" Dodi berpamitan pada istrinya, kebetulan Gun anaknya sudah berangkat sekolah pagi-pagi benar.

"Iya Pak. Ini bekalnya," Rita istrinya memberikan bungkus nasi yang telah disiapkannya. Berangkatlah Dodi dengan wajah ceria untuk mengajar di SMP negeri di kota yang letaknya tidak terlalu jauh dari desanya. Saat melewati rumah Karman, tetanggannya, di pinggir desa itulah kejadian yang merubah seluruh hidupnya.

Karman sedang bertengkar dengan istrinya, beberapa tendangan dan pukulan telah melayang ke seluruh tubuh istrinya. Dodi mencoba melerai, Karman berang karena ditegur dan terjadilah perkelahian itu dengan Karman menyerang dulu. Karman yang kalut mengambil pisau tapi Dodi dapat merebutnya sejenak, ternyata tenaga Dodi tidaklah sebanding dengan Karman. Dodi jatuh terjerembap dan tiba-tiba karena marah Karman menusukkan pisaunya ke perut istrinya lalu berteriak-teriak bahwa Dodi telah membunuh istrinya. Jadilah Dodi berlari entah ke mana yang penting dia aman.

Berita pembunuhan menyebar, Dodi bahkan menjadi tersangka utama. Dodi bersembunyi di rumah salah satu teman kecilnya di desa seberang. Beberapa hari setelah kondisi agak aman dia pulang ke rumah di malam hari. Rita menyambutnya tidak seperti biasa. Dodi menceritakan detail kejadian yang dialaminya, tapi bukan penguatan yang didapatkannya, "Mas menyerahkan diri saja, kami akan selalu menjengukmu. Mas harus mengakui kesalahan Mas," istrinya menangis sambil mengelap air mata dengan ujung bajunya.

"Kau..., Kau... tidak percaya padaku! Tidak!" Dodi menendang pintu dapur dan menuju keluar sambil berteriak, "Aku menyesal telah menikahimu! Aku menyesal telah mencintaimu! Karena engkau tidak memercayaiku," ditinggalkannya istrinya yang sedang menangis tersedu-sedu.

Sebuah tembakan peringatan terdengar, Dodi kalut lalu berlari sekenanya. Polisi mengejarnya, Dodi tahu medan desanya dengan baik dia bersembunyi di rerimbunan bambu. Dia lolos dan berlari melewati bukit terjal dan masuk ke hutan. Bumi seolah baginya begitu mengimpit, tiada lagi tempatnya untuk pulang.

Dodi bingung harus bagaimana, yang jelas kakinya selalu melangkah dan melangkah. Hingga jalan takdirnya bertemu dengan kawanan rampok yang mengajaknya bergabung. Dalam pikirannya sebenarnya masih ada kebaikan tapi karena keyakinannya menguat dan berdalih bahwa mungkin Tuhan memang menakdirkannya jadi penjahat maka biarlah takdir Tuhan ini kujalani agar Tuhan puas dengan takdirNya. Dan jadilah dunia hitam itu kesehariannya.

Aksi demi aksi dilakukan bersama teman-teman barunya, kelompoknya begitu terkenal hingga sering nampang di koran akibat kejahatan-kejahatannya. Licinnya aksi mereka sehingga bertahun-tahun tidak pernah tertangkap. Sepandai-pandai tupai melompat pasti kan jatuh juga, pepatah lama itu seolah benar adanya. Rombongan Dodi tertangkap karena salah satu polisi menyamar menjadi korban. Dodi mendapat dua tuduhan berat, membunuh dan merampok. Polisi merasa senang karena dapat menangkap pembunuh yang selama enam bulan dicari oleh polisi Lampung yaitu pembunuhan atas istri Karman.

Hukuman dijatuhkan. Dua puluh tahun. Dodi menyesali perbuatannya namun dendamnya seolah berkobar dan menyala-nyala. Dia bertekad setelah keluar akan membuat perhitungan pada Karman orang yang telah merusak keindahan hidupnya, dari seorang guru teladan menjadi pembunuh dan menjadi perampok. Ini salah Karman! Aku akan membuat perhitungan padanya ketika bebas nanti, begitu hatinya bertekat selama bertahun-tahun di penjara.

***

Rumah Karmanlah yang ditujunya pertama kali. Tangannya telah mengepal ketika mendekati rumah yang dua puluh tahun lebih dulu membuat perubahan total pada kehidupannya. Tangannya yang walau telah tidak sekuat muda dulu mengetuk pintu itu dengan keras. Seorang lelaki muda keluar, "Ada yang bisa saya bantu, Pak? Sepertinya Anda dari jauh."

Memang pakaiannya agak kumal. Wajahnya memang kusut seolah tak punya tujuah hidup yang jelas. Matanya tajam menyalak membuat nyali si pemuda surut juga, "Karman ada?" tanyanya sedikit ragu melihat ketakutan di wajah pemuda itu.

"Bapak ada, tapi..., tapi bapak tidak bisa menemui Anda. Mari saya antarkan AAnda menemuinya." Dodi mengikuti langkah pemuda itu masuk rumah, walau ragu dia masuk juga ke ruang tamu lalu di sebelahnya ada kamar dan pemuda itu memberi isyarat untuk masuk karena pintu itu terbuka. Dan...

Dodi mematung, seorang tua renta lunglai di kamarnya, manusia yang seolah tak punya kehidupan, pandangannya kosong dan kedua tangannya gemetaran, pandangan mata yang kosong dan napas yang memburu. Sesekali desahan berat terdengar bagai rintihan. Dodi keluar dan duduk di ruang tamu. Pemuda tadi membersamainya duduk.

"Bapak saya terkena stroke sejak sepuluh tahun yang lalu, dia sudah tidak bisa mendengarkan dan melihat secara normal. Bapak bagaikan sosok mayat yang masih bernapas," ada nada berat dalam desahan panjang pemuda itu.

Dodi menatap pemuda itu lekat, tiba-tiba dendamnya sirna sudah. Tuhan memberikan ganjaran yang adil kepada setiap makhluk-Nya, begitulah dia teringat saat masih mengajar puluhan tahun dulu karena dia adalah guru agama.

"O iya, Bapak ini siapa sebenarnya? Sepertinya saya belum mengenal anda?" tanya pemuda itu sopan.

"Saya..., saya... Dodi. Teman ayahmu dulu," nadanya lembut. Sudah lama rupanya dia lupa bahwa dulu dia adalah orang yang lembut.

"Apakah..., Anda orang yang difitnah bapak saya?" pemuda itu bertanya yakin.

Dodi kaget, "Bagaimana kamu tahu anak muda?"

Pemuda itu menceritakan segalanya, sebelum bapaknya seperti mayat hidup dia bercerita tentang Dodi yang pernah difitnahnya dan ingin meminta maaf dan sangat menyesal karena memfitnah tetangganya. Siang itu niat membalas dendam itu ia hapus dalam memorinya, kini tujuannya hanya pulang ke rumah. Dodi berpamitan dan memaafkan Karman, kakinya melangkah, ada desah irama baru mengiringi kehidupannya di usia senjanya.

***

Rumah yang dulu pernah digunakannya membina keluarga kini berada di depannya. Kakinya masih ragu melangkah, dikuatkannya untuk menerima apa saja yang menjadi keputusan Tuhan untuknya. Tangannya mengetuk daun pintu itu, belum banyak yang berubah dari rumahnya hanya mungkin genting yang kelihatan baru dan cat temboknya.

Sesosok wanita keluar, dikiranya istrinya. Ternyata salah.

"Apakah Rita ada?" nadanya sedikit gemetar.

Wanita yang mungkin berumur sekitar empat puluh itu mengamati Dodi sejenak, "Rita yang dulu menempati rumah ini?"

"Iya, Rita Mardiana."

"Dia sudah meninggal lima tahun yang lalu dan rumah ini saya beli dari anaknya," seolah bumi berpijaknya goyah, langit yang cerah seolah ingin menindihnya. Dodi terduduk lemas, bibirnya masih berusaha bergerak, "Lalu apakah Anda tahu ke mana anaknya pergi?"

"Gunawan pergi ke kota untuk mencari ayahnya, padahal ayahnya adalah seorang penjahat tapi dia tidak percaya karena ibunya yang selalu mengatakan kalau ayahnya sedang bekerja di kota." Semakin lemas badannya, Dodi pamitan tanpa arah. Roda hidupnya seolah sebagai mainan, saat kakinya bingung melangkah tiba-tiba terbersit untuk segera mengadu pada Tuhannya di masjid yang dulu digunakannya untuk mengajar mengaji anak-anak di desa.

***

"Kehidupan memang penuh dengan misteri, kadang orang itu baik dan kadang dalam sekejap bagaikan binatang atau iblis. Maka berdoalah dalam salat kita untuk ditetapkan hati kita dalam kebenaran dan keimanan agar kita semua dapat menempuh jalan yang telah ditunjukkan Allah," begitu pesan Dodi pada beberapa penduduk desa ketika mengisi pengajian rutin di masjid tadi bakda isya.

Setelah penduduk desa pulang. Dodi menatap langit, kini pekerjaan di usia senjanya menjaga masjid dan siang menjadi buruh tani. Harapannya di dunia tinggal satu menunggu anaknya pulang dan mengatakan bahwa "Ayah adalah orang baik" seperti yang dikatakan istrinya. Air matanya meleleh, mengadu pada Tuhan penguasa alam semesta. ***


Selasa, 15 April 2008

pelantikan ketua sidang paripurna


lemabaga dakwah kampus Unv.Malikussaleh melantik ketua sidang baru, dari ujung usth.Safwani.el-Ariefien.dan muHAmmad rIdha.
beserta CS Ust.tgk.Ibrahim.ST,
MUDAh-mudahan mereka dapat bekerja sebaik mungkin demi kalimat LAILAHAILLALLAH............
Posted by Picasa

premen unv.Malikussaleh Lhokseumawe


nyoe lon tuan yang asli...............keren kan..........................




kalau ne.........lon tuan besama temen-temen kampus atau parti wong deso'''''''''''''''''''''''





ne...............temen loen tuan juge................ tapi jelek-jelek kali ........


wah dah jelek hidup lagi........



nah kalo yang ne lone tuan lagii di Takengon........... cari jodoh.....................




nyo wong deso second






ne lagi di taman riyadhah







udah tua masih main prosotan malu dong.







wah lagi di gedung anggota dewan ge demo







ne aku ma mulidan preman kampus unv.malikussaleh








tarian tradisional aceh


video ini menampilkan tarian khas Nanggroe Aceh Darussalam pada acara-acara tertentu, seperti acara resepsi perkawinan, wisuda, acara resmi-resmi pejabat dan lain-lain.


AKLIMA


Selasa, 08 April 2008


mungkin gambar beliau sudah tidak asing lagi dimata kita, hampir setiap hari dimedia-media kita menampilkan beliau baik itu media cetak maupun elektronik. Osama merupakan sosok pejuang yang sanagat anti terhadap Barat terutama Amerika sehingga beliau membuat perlawanan terhadap para serdadu tentara Amerika beserta sekutunya baik di Afghanistan, Thaliban maupun Irak perjuangan perlawanan beliau melalui jaringan Al-Qaeda membuat Amerika beserta para sekutunya habis akal untuk membasmi musnahkan dari Bumi.
pasca tragedi pengebomam gedung Trade Word Center (WTC) nama beliau sangat terkenala diseluruh belahan dunia terutama diklangan barat yang menyatakan bahwa beliaulah dalang dari peristiwa tersebut. Dan menyatakan beliau merupakan sosok teroris yang sangat berbahaya bagaikan singa ditengah perburuan Domba.

Apalagi yang akan dilakukan oleh Amerika untuk membasmi laskar Al-Qaeda, akankah ia akan mngorbankan bala tentaranya lagi ?, atau dia akan membunuh para warga sipil yang tidak berdosa?. kita hanya bisa berharap perjuangan Osama beserta para rekannya dirhai Allah S.W.T dan selalu mendapat perlindungannya,

Selamat berjuang pahlawanku...........bangkit dan lawan Amerika
bangun,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, dari tidur nyenyakmu dan usirlah ISrael dari Bumi Muslim.........



amiennnnnnnn



hobi loneeeeeeeeeeeeee